Bersyukurlah!
Mari kita bersyukur, terus bersyukur dan selalu bersyukur!
Kisah ini mungkin menjadi sebuah motivasi bagi sebagian yang membacanya* (siapa yang baca? blog saya gak ada pengikut kalee -___-)
Dan kisah ini insya Allah tidak akan saya lupakan. Kisah ini membawa saya sebagai pemerannya.
***
Pagi-pagi syekalee mata saya sudah terbuka, terjaga dari tidur yang singkat. Sekitar pukul 03 dinihari. Tapi, yaaa hanya terbuka dan lekas terpejam lagi. Kemalasan itu masih melekat dipundak saya. Akibatnya saya harus menanggung deritanya.
Derita pertama
Saya sarapan dengan tergesa-gesa, melupakan minum susu, bahkan minum air putih pun hanya setengah gelas. Yang menderita siapa? Ya saya! Tubuh saya terzholimi.
Derita lain
Terlambat setengah jam dari biasanya, saya berangkat ke kampus pada pukul 06.35 naik minibus atau sebut sajalah travel. Dan disinilah cerita itu berawal.....
Sekitar sepuluh menit kemudian, naiklah seorang wanita dengan almamater kuningnya ke travel yang saya tumpangi itu. Ternyata wanita ini adalah teman SMA saya yang namanya saya lupa. Sebut saja dia Cumi. Si Cumi ini duduk dibelakang saya. Meskipun saya lupa namanya, tapi keramahan saya tidak pernah hilang. Saya tegur si Cumi ini dengan panggilan yang sok akrab-- "beib" tak lupa emotikon munyung dan #matangedipsebelah andalan saya. Tentu saja si Cumi ini senang, karena dipikirnya saya gak melupakannya. Sedikit basa-basi yang basi banget mengawali perbincangan kami. Lama-lama suasana semakin basi, hingga muka asem yang muncul *karena basi. Kami pun saling diam. Lima belas kilometer kemudian, naik pula seorang wanita yang tampaknya seumuran saya dan Cumi. Tujuan kami pun sama-- kampus. Wanita ini, Yuka (sebut saja begitu) terlihat seperti tergesa-gesa. Si Yuka duduk tepat di sebelah saya. Cantik, putih, kemayu, dan *gedebuk!! You know what is gedebuk? Gedebuk itu bentuk badan yang semohay namun sedikit gendut. Si Yuka dan Cumi sama-sama gedebuknya. Sangat jauh berbeda dengan postur saya yang lurus memanjang dan tak berlekuk *hiks
Selama perjalanan perut saya merengek! Saya lapar lagi. Ini mungkin efek dari sarapan yang tak sempurna tadi. Saya terus mengeluh dan mengeluh dalam hati. Bahkan sesekali saya nahan kent*t, rasanya itu aduhay syalala!
Kira-kira 40 menit lagi kami sampai ke kampus. Sementara jam sudah menunjukkan angka yang fantastis! 07.45 a.m. sementara saya (dan mungkin Yuka juga) masuk kelas pukul 08 tepat. Dan yang lebih memanaskan hati saya adalah bahwa hari ini saya ada kuis yang dosennya amboy galak. Beberapa menit kemudian naiklah sepasang suami-istri dengan tujuan Kota Palembang. Namun, mereka berdua menginginkan untuk duduk di bangku yang saya dan Yuka duduki tadi. Saya sih enjoy aja, saya kan anak yang baik hati, suka menolong *ups! Tapi nampaknya si Yuka tidak mau menukar bangkunya. Si Yuka tidak manu pindah duduk. Tetapi melihat saya sudah pindah bangku, Yuka pun ikut pindah dengan berat hati. Kini saya dan Yuka duduk dibelakang, tepatnya disebelah Cumi. Bangku belakang ternyata lebih pendek dan sempit. Kami bertiga bagaikan bayi kembar siam, menempel sangat dekat. Kami bertiga bagaikan Hotgog yang yummi :P dengan Yuka dan Cumi sebagai roti, saya sebagai sosisnya. Si kuyus diapit dua gedebuk. Yang paling menderita nampaknya adalah saya.
Karena dongkol, si Yuka ini meneteskan airmata. Pliss Yuka, udah gede kalee! Beberapa kali Yuka menghisap kembali lendir bening yang mengalir dari hidungnya (baca:ing*s). Si Cumi juga ikut-ikutan nangis. Tapi tangisan Cumi ini beda, nampaknya Cumi nangis bukan karena Yuka nangis, tapi karena si Cumi ini kurang sehat badan. Itu dibuktikan beberapa saat kemudian, si Cumi muntah di dalam asoy kresek. Kini, kedua roti gedebuk yang mengapit sosis menangis. Sosis pun hanya terdiam.
Mendengar hisapan hidung yang fantastis dari kedua roti di bangku belakang membuat kedua pasang suami istri yang menempati bangku kami sebelumnya penasaran. Si suaminya itu memutar kepalanya sekitar 87 derajat ke kiri dan ke kanan. Dan betapa terkejutnya sosis, eh saya, ternyata bapak itu buta. Ia tak punya mata.
Saya sering mendengar bahkan terbaca sebuah pernyataan bahwa "orang yang buta mata itu tidak buta hati, penglihatannya pindah ke hati, merasakan sesuatu dengan hati." Mengingat kalimat itu saya menebak-nebak isi hati bapak itu, mengapa ia memutarkan kepalanya sekitar 87 derajat? itu pasti karena ia merasa bersalah. Ia mungkin mengira bahwa si Yuka menangis karena ia dan istrinya duduk di bangku saya dan Yuka duduki tadi.
Perasaan saya jadi berubah seketika. Keluhan-keluhan saya tadi seolah-olah runtuh. Saya rasanya ingin marah dengan Yuka yang tidak berhenti menghisap ing*snya. Saya paham, si Yuka ini mungkin gelisah karena udah telat. Dari awal dia sudah tergesa-gesa. Tapi meskipun begitu, kita ridak bisa menyalahkan siapa-siapa. Toh itu juga kesalahan kita sendiri. Kalo gak mau telat ya berangkat ke kampus lebih pagi dong! Dan lagipula, menangis tidak menyelesaikan masalah. Justru menambah masalah, karena sudah membuat bapak yang buta itu merasa bersalah, padahal ia tidak bersalah *imo
Segala sesuatu harus kita pasrahkan dengan Allah Swt. kejadian baik ataupun buruk, itu semua atas izin Allah.
Dan, melihat kondisi bapak itu, saya sangat bersyukur dan sadar bahwa Allah memberikan kekurangan yang bergandengan dengan kelebihan. Jika kamu merasa dirimu banyak kekurangan, maka yakinlah pasti banyak pula kelebihan yang diberikan Allah pada dirimu. Jangan pernah bersedih dengan ketidaksempurnaanmu dan bersyukurlah :)
Kisah ini mungkin menjadi sebuah motivasi bagi sebagian yang membacanya* (siapa yang baca? blog saya gak ada pengikut kalee -___-)
Dan kisah ini insya Allah tidak akan saya lupakan. Kisah ini membawa saya sebagai pemerannya.
***
Pagi-pagi syekalee mata saya sudah terbuka, terjaga dari tidur yang singkat. Sekitar pukul 03 dinihari. Tapi, yaaa hanya terbuka dan lekas terpejam lagi. Kemalasan itu masih melekat dipundak saya. Akibatnya saya harus menanggung deritanya.
Derita pertama
Saya sarapan dengan tergesa-gesa, melupakan minum susu, bahkan minum air putih pun hanya setengah gelas. Yang menderita siapa? Ya saya! Tubuh saya terzholimi.
Derita lain
Terlambat setengah jam dari biasanya, saya berangkat ke kampus pada pukul 06.35 naik minibus atau sebut sajalah travel. Dan disinilah cerita itu berawal.....
Sekitar sepuluh menit kemudian, naiklah seorang wanita dengan almamater kuningnya ke travel yang saya tumpangi itu. Ternyata wanita ini adalah teman SMA saya yang namanya saya lupa. Sebut saja dia Cumi. Si Cumi ini duduk dibelakang saya. Meskipun saya lupa namanya, tapi keramahan saya tidak pernah hilang. Saya tegur si Cumi ini dengan panggilan yang sok akrab-- "beib" tak lupa emotikon munyung dan #matangedipsebelah andalan saya. Tentu saja si Cumi ini senang, karena dipikirnya saya gak melupakannya. Sedikit basa-basi yang basi banget mengawali perbincangan kami. Lama-lama suasana semakin basi, hingga muka asem yang muncul *karena basi. Kami pun saling diam. Lima belas kilometer kemudian, naik pula seorang wanita yang tampaknya seumuran saya dan Cumi. Tujuan kami pun sama-- kampus. Wanita ini, Yuka (sebut saja begitu) terlihat seperti tergesa-gesa. Si Yuka duduk tepat di sebelah saya. Cantik, putih, kemayu, dan *gedebuk!! You know what is gedebuk? Gedebuk itu bentuk badan yang semohay namun sedikit gendut. Si Yuka dan Cumi sama-sama gedebuknya. Sangat jauh berbeda dengan postur saya yang lurus memanjang dan tak berlekuk *hiks
Selama perjalanan perut saya merengek! Saya lapar lagi. Ini mungkin efek dari sarapan yang tak sempurna tadi. Saya terus mengeluh dan mengeluh dalam hati. Bahkan sesekali saya nahan kent*t, rasanya itu aduhay syalala!
Kira-kira 40 menit lagi kami sampai ke kampus. Sementara jam sudah menunjukkan angka yang fantastis! 07.45 a.m. sementara saya (dan mungkin Yuka juga) masuk kelas pukul 08 tepat. Dan yang lebih memanaskan hati saya adalah bahwa hari ini saya ada kuis yang dosennya amboy galak. Beberapa menit kemudian naiklah sepasang suami-istri dengan tujuan Kota Palembang. Namun, mereka berdua menginginkan untuk duduk di bangku yang saya dan Yuka duduki tadi. Saya sih enjoy aja, saya kan anak yang baik hati, suka menolong *ups! Tapi nampaknya si Yuka tidak mau menukar bangkunya. Si Yuka tidak manu pindah duduk. Tetapi melihat saya sudah pindah bangku, Yuka pun ikut pindah dengan berat hati. Kini saya dan Yuka duduk dibelakang, tepatnya disebelah Cumi. Bangku belakang ternyata lebih pendek dan sempit. Kami bertiga bagaikan bayi kembar siam, menempel sangat dekat. Kami bertiga bagaikan Hotgog yang yummi :P dengan Yuka dan Cumi sebagai roti, saya sebagai sosisnya. Si kuyus diapit dua gedebuk. Yang paling menderita nampaknya adalah saya.
Karena dongkol, si Yuka ini meneteskan airmata. Pliss Yuka, udah gede kalee! Beberapa kali Yuka menghisap kembali lendir bening yang mengalir dari hidungnya (baca:ing*s). Si Cumi juga ikut-ikutan nangis. Tapi tangisan Cumi ini beda, nampaknya Cumi nangis bukan karena Yuka nangis, tapi karena si Cumi ini kurang sehat badan. Itu dibuktikan beberapa saat kemudian, si Cumi muntah di dalam asoy kresek. Kini, kedua roti gedebuk yang mengapit sosis menangis. Sosis pun hanya terdiam.
Mendengar hisapan hidung yang fantastis dari kedua roti di bangku belakang membuat kedua pasang suami istri yang menempati bangku kami sebelumnya penasaran. Si suaminya itu memutar kepalanya sekitar 87 derajat ke kiri dan ke kanan. Dan betapa terkejutnya sosis, eh saya, ternyata bapak itu buta. Ia tak punya mata.
Saya sering mendengar bahkan terbaca sebuah pernyataan bahwa "orang yang buta mata itu tidak buta hati, penglihatannya pindah ke hati, merasakan sesuatu dengan hati." Mengingat kalimat itu saya menebak-nebak isi hati bapak itu, mengapa ia memutarkan kepalanya sekitar 87 derajat? itu pasti karena ia merasa bersalah. Ia mungkin mengira bahwa si Yuka menangis karena ia dan istrinya duduk di bangku saya dan Yuka duduki tadi.
Perasaan saya jadi berubah seketika. Keluhan-keluhan saya tadi seolah-olah runtuh. Saya rasanya ingin marah dengan Yuka yang tidak berhenti menghisap ing*snya. Saya paham, si Yuka ini mungkin gelisah karena udah telat. Dari awal dia sudah tergesa-gesa. Tapi meskipun begitu, kita ridak bisa menyalahkan siapa-siapa. Toh itu juga kesalahan kita sendiri. Kalo gak mau telat ya berangkat ke kampus lebih pagi dong! Dan lagipula, menangis tidak menyelesaikan masalah. Justru menambah masalah, karena sudah membuat bapak yang buta itu merasa bersalah, padahal ia tidak bersalah *imo
Segala sesuatu harus kita pasrahkan dengan Allah Swt. kejadian baik ataupun buruk, itu semua atas izin Allah.
Dan, melihat kondisi bapak itu, saya sangat bersyukur dan sadar bahwa Allah memberikan kekurangan yang bergandengan dengan kelebihan. Jika kamu merasa dirimu banyak kekurangan, maka yakinlah pasti banyak pula kelebihan yang diberikan Allah pada dirimu. Jangan pernah bersedih dengan ketidaksempurnaanmu dan bersyukurlah :)
0 Comments:
Posting Komentar